07 أغسطس 2018

Gejala, Penyebab, dan Pengobatan Retensi urin

Retensi urin:
  • Retensi urin adalah ketidakmampuan tubuh untuk mengosongkan kandung kemih secara tuntas.
  • Retensi urin dapat mengenai siapa saja.
  • Ada dua jenis retensi urin; akut, yang terjadi secara tiba-tiba atau kronis yang terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama.
  • Retensi urin disebabkan oleh obstruksi (misalnya, batu kandung kemih atau batu ginjal) atau masalah non-obstruktif seperti melemahnya otot kandung kemih dan masalah saraf.
  • Gejala retensi urin berbeda-beda tergantung dari jenisnya, akut atau kronis.

Retensi urin

Apa itu retensi urin?

Retensi urin adalah ketidakmampuan tubuh untuk mengosongkan kandung kemih secara tuntas. Retensi urin dapat diklasifikasikan menjadi dua; retensi urin akut atau kronis.

Retensi urin akut - terjadi secara tiba-tiba dan menimbulkan ketidaknyamanan atau rasa sakit yang parah. Tidak dapat buang air kecil sama sekali bahkan ketika kandung kemih mereka penuh. Retensi urin akut merupakan kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan perawatan darurat segera.

Retensi urin kronis - sebuah kondisi medis jangka panjang. Orang dengan retensi urin kronis masih dapat buang air kecil, tetapi tidak dapat sepenuhnya mengosongkan urin dari kandung kemih mereka. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki masalah ini sampai masalah lain muncul seperti inkontinensia urin, atau infeksi saluran kemih.

Retensi urin dapat mengenai siapa saja. Namun, pria berusia lima puluhan dan enam puluhan lebih rentan, terutama akibat pembesaran prostat.

Wanita juga dapat mengalami retensi urin jika memiliki kondisi sistokel, di mana kandung kemih melorot atau bergerak keluar dari posisi normalnya. Kandung kemih juga dapat melorot keluar ketika bagian bawah usus besar mulai melorot - kondisi yang disebut rektokel.

Apa penyebab retensi urin?

Retensi urin dapat dikaitkan dengan dua penyebab - obstruksi atau non-obstruksi.

Jika ada obstruksi (misal batu kandung kemih atau batu ginjal), penyumbatan dapat terjadi, dan urin tidak dapat mengalir bebas melalui saluran kemih. Ini adalah dasar untuk retensi urin akut dan berpotensi mengancam jiwa. Harus segera mendapatkan perawatan darurat.

Penyebab non-obstruktif termasuk melemahnya otot kandung kemih dan masalah saraf yang mengganggu sinyal antara otak dan kandung kemih. Jika saraf tidak berfungsi dengan baik, otak mungkin tidak mendapat pesan bahwa kandung kemih telah penuh.

Penyebab retensi urin obstruktif meliputi:
  • Pembesaran prostat (BPH) pada pria
  • Tumor dan kanker tertentu
  • Striktur uretra (penyempitan uretra)
  • Sistokel atau rektokel
  • Sembelit
  • Batu ginjal atau batu kandung kemih.

Penyebab umum retensi urin non-obstruktif adalah:
  • Stroke
  • Melahirkan normal
  • Cedera atau trauma panggul
  • Penyakit saraf pada pria dan wanita
  • Gangguan fungsi otot atau saraf karena obat atau anestesi (bius)
  • Kecelakaan yang memberi dampak pada otak atau sumsum tulang belakang.

Apa saja gejala retensi urin?

Gejala retensi urin berbeda-beda tergantung jenisnya, akut atau kronis.

Gejala retensi urin akut:
  • Tidak mampu buang air kecil
  • Kebutuhan yang sangat mendesak untuk buang air kecil
  • Nyeri atau ketidaknyamanan hebat di perut bagian bawah
  • Kembung/buncit pada perut bagian bawah

Gejala retensi urin kronis:
  • Frekuensi kemih - buang air kecil delapan kali atau lebih dalam sehari
  • Kesulitan memulai kencing
  • Aliran urin lemah atau terganggu
  • Kebutuhan mendesak untuk buang air kecil namun kadang tidak berhasil buang air kecil
  • Masih ingin buang air kecil lagi padahal baru saja buang air kecil
  • Ketidaknyamanan ringan dan konstan di perut bagian bawah dan saluran kemih
  • Kesulitan mengosongkan kandung kemih secara tuntas
  • Inkontinensia
  • Ketidakmampuan merasakan kandung kemih sudah penuh
  • Meningkatnya tekanan perut
  • Susah payah mendorong air seni keluar dari kandung kemih
  • Nokturia (bangun lebih dari dua kali pada malam hari untuk buang air kecil).

Bagaimana mendiagnosis retensi urin?

Untuk retensi urin akut, gejala-gejalanya sering terlihat jelas. Misalnya, penderita akan sangat tidak nyaman atau kesakitan, tidak bisa buang air kecil dan kandung kemihnya membuncit. Untuk retensi urin kronis, diagnosis hanya dapat dilakukan setelah dokter melakukan serangkaian tes. Ini karena beberapa gejalanya bisa sama dengan gejala kondisi lain yang berkaitan dengan kandung kemih dan saluran kemih.

Terutama pada pria, pembesaran prostat seringkali menjadi penyebab retensi urin. Dalam hal ini, dokter akan menilai riwayat medis dan pemeriksaan fisik untuk menentukan apakah retensi urin menjadi perhatian. Dokter juga akan mencari penyebab retensi urin yang lebih serius, seperti sindrom "cauda equina" atau kompresi sumsum tulang belakang.

Biasanya, dokter akan mendiagnosis retensi urin akut atau kronis dengan:
  • Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan fisik perut bagian bawah akan menentukan apakah kandung kemih buncit dengan mengetuk ringan di perut bagian bawah.
  • Post void residual measurement (pengukuran urin sisa) - Menggunakan ultrasound (USG), tes ini mengukur jumlah urin yang tersisa di kandung kemih setelah buang air kecil. Dokter mungkin juga menggunakan kateter untuk mengukur sisa urin.

Selain itu, dokter dapat melakukan tes ini untuk membantu menentukan penyebab retensi urin:
  • Sistoskopi - Menggunakan alat yang disebut sistoskop, dokter akan melihat ke dalam uretra dan kandung kemih untuk semua gangguan/kelainan.
  • Computerized tomography (CT) scan - Kombinasi dari sinar x dan teknologi komputer untuk menciptakan gambar yang detail seperti: batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, tumor, luka traumatis dan jaringan parut dan kista.
  • Tes urodinamik - termasuk:
    • Uroflowmetri - Untuk mengukur kecepatan dan volume urin
    • Pressure flow study- Untuk mengukur tekanan kandung kemih yang diperlukan untuk buang air kecil dan laju alir yang dihasilkan oleh tekanan yang diberikan
    • Video urodinamik - Untuk membuat gambar real-time (menggunakan x-ray atau ultrasound) dari kandung kemih dan uretra selama pengisian atau pengosongan kandung kemih.
  • Elektromiografi - Menggunakan sensor khusus untuk mengukur aktivitas listrik otot dan saraf di dalam dan di sekitar kandung kemih dan sfingter.

Bagaimana pengobatan retensi urin?

Dokter dapat mengobati retensi urin dengan:
  • Drainase saluran kemih
  • Dilatasi uretra
  • Stent uretra
  • Obat-obatan prostat
  • Operasi.
Jenis dan lama pengobatan akan tergantung dari jenis dan penyebab retensi urin.

Drainase kandung kemih

Drainase kandung kemih adalah penggunaan kateter untuk mengalirkan urin. Pengobatan retensi urin akut biasanya dimulai dengan kateterisasi untuk mengosongkan kandung kemih dan untuk mencegah kerusakan kandung kemih lebih lanjut. Di bawah anestesi lokal, dokter memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk menguras urin. Jika uretra tersumbat, dokter akan memberikan anestesi, kemudian memasukkan kateter melalui perut bagian bawah, tepat di atas tulang kemaluan, langsung ke kandung kemih.

Jika pengobatan retensi urin kronis lainnya tidak berhasil, penderita mungkin memerlukan kateterisasi sewaktu-waktu atau jangka panjang, dan akan diberitahu dokter cara memasang kateter sendiri untuk mengalirkan air seni bila diperlukan.

Dilatasi uretra

Dilatasi uretra digunakan untuk mengobati striktur uretra (penyempitan uretra). Dilakukan dengan memasukkan selang pengembang ke uretra, atau menggembungkan balon kecil di ujung kateter di dalam uretra. Kedua metode ini untuk mengatasi striktur sehingga aliran urin akan lebih mudah. Prosedur ini biasanya dilakukan di bawah anestesi lokal, tetapi dalam beberapa kasus mungkin dengan anestesi regional.

Stent uretra

Pengobatan lain untuk striktur uretra adalah dengan memasukkan tabung buatan (artificial tube), yang disebut stent, ke uretra ke area striktur. Stent dapat bersifat sementara atau permanen dan ketika sudah berada di tempatnya, stent akan mengembang seperti pegas dan mendorong jaringan sekitarnya, sehingga memperlebar uretra.

Obat-obatan prostat

Dokter akan meresepkan obat-obatan untuk menghentikan pertumbuhan atau mengecilkan prostat atau meredakan gejala retensi urin yang terkait dengan pembesaran prostat.

Apa komplikasi retensi urin dan perawatannya?

Beberapa komplikasi retensi urin dan perawatannya:
  • Infeksi saluran kemih - Karena urin biasanya steril dan aliran urin yang normal akan mencegah bakteri menginfeksi saluran kemih, mengalami retensi urin berarti aliran urin yang abnormal akan memberikan bakteri kesempatan untuk menginfeksi saluran kemih.
  • Kerusakan kandung kemih - Jika kandung kemih meregang terlalu jauh atau dalam jangka waktu yang lama, otot kandung kemih dapat rusak secara permanen dan kehilangan kemampuannya untuk berkontraksi sebagaimana mestinya.
  • Kerusakan ginjal - Kadang-kadang retensi urin dapat menyebabkan urin mengalir kembali ke ginjal. Ini disebut refluks dan dapat merusak atau melukai ginjal.
  • Inkontinensia urin (setelah operasi prostat, tumor, atau kanker) - Pembedahan trans-uretral untuk mengobati pembesaran prostat dapat menyebabkan inkontinensia urin pada beberapa pria. Ini sering bersifat sementara dengan sebagian besar pria mulai kembali dapat mengontrol kandung kemih dalam beberapa minggu atau bulan setelah operasi. Pengangkatan tumor atau jaringan kanker di kandung kemih, prostat, atau uretra juga dapat menyebabkan inkontinensia urin.

Bagaimana mencegah retensi urin?

Untuk pria:

Jika mengalami pembesaran prostat, pastikan menggunakan obat-obatan prostat seperti yang ditentukan oleh dokter dan hindari obat-obatan yang terkait dengan retensi urin, seperti obat-obatan yang dijual bebas yang mengandung dekongestan.

Untuk wanita:

Jika memiliki sistokel atau rektokel ringan, retensi urin dapat dicegah  dengan melakukan latihan untuk memperkuat otot-otot panggul.

Article Resources
  • https://www.depend.com.au/urinary-incontinence/causes/urinary-retention/