10 Juli 2015

Alergi Hewan : Gejala, Penyebab dan Pengobatan

Alergi hewan

Alergi hewan adalah reaksi alergi terhadap protein yang terdapat pada sel-sel kulit, air liur atau urin hewan. Gejala-gejala alergi hewan yang paling umum adalah hay fever (rinitis alergi), dengan gejala khasnya bersin-bersin dan hidung meler. Sebagian orang juga mungkin mengalami gejala asma, seperti mengi dan sukar bernapas.

Alergi hewan paling sering dipicu akibat terpapar serpihan kulit mati atau bulu dari hewan. Hewan yang paling banyak menyebabkan alergi adalah anjing, kucing, tikus dan kuda. Hal ini karena hewan-hewan ini paling sering berinteraksi dengan manusia baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Jika Anda memiliki alergi hewan, langkah terbaik untuk mencegahnya adalah dengan menghindari atau mengurangi kontak dengan hewan tersebut. Untuk meredakan gejala alerginya, seringkali diperlukan obat dan perawatan rumahan atau perawatan medis lainnya.

Gejala alergi hewan

Gejala alergi hewan muncul akibat adanya inflamasi (peradangan) pada saluran napas, gejalanya antara lain:
  • Bersin-bersin
  • Hidung meler
  • Mata gatal, merah atau berair
  • Hidung buntu
  • Hidung, langit-langit mulut atau tenggorokan gatal
  • Batuk-batuk
  • Wajah terasa nyeri atau rasa tertekan
  • Kelopak mata bawah bengkak atau berwarna biru
  • Pada anak-anak, mereka sering menggosok-gosok hidungnya.

Jika alergi hewan menyebabkan seseorang terkena serangan asma, maka biasanya akan mengalami:
  • Kesukaran bernapas
  • Dada sesak atau terasa sakit
  • Suara mengi (siul) saat menghembuskan napas
  • Sulit tidur akibat sesak napas, batuk atau mengi.

Sebagian orang yang alergi hewan juga mengalami reaksi alergi kulit atau dermatitis alergi. Kontak langsung dengan hewan peliharaan yang menyebabkan alergi dapat memicu gejala-gejala dermatitis alergi, seperti:
  • Bercak-bercak merah pada kulit
  • Eksim
  • Gatal-gatal.

Gejala alergi hewan seperti pilek atau bersi-bersin mirip dengan flu biasa. Karena itu terkadang sulit untuk mengetahui apakah seseorang sedang terkena flu atau mengalami alergi hewan. Namun jika gejalanya berlangsung lebih dari satu minggu, kemungkinan Anda mengalami alergi.

Jika gejala-gejalanya semakin hebat, seperti hidung tersumbat parah, tidak bisa tidur atau mengi, segera hubungi dokter. Segera minta bantuan medis jika mengi atau sesak napas memburuk dengan cepat.

Penyebab alergi hewan

Alergi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap zat asing seperti serbuk sari, jamur, atau bulu hewan.

Sistem kekebalan tubuh manusia memproduksi protein yang dikenal sebagai antibodi. Antibodi ini melindungi Anda dari "penjajah asing" dari luar tubuh yang dapat membuat Anda sakit atau terkena infeksi. Bila Anda mengalami alergi, sistem kekebalan tubuh memproduksi antibodi yang menganggap zat asing tertentu sebagai sesuatu yang berbahaya bagi tubuh, padahal sebenarnya tidak. Ketika Anda menghirup atau bersentuhan dengan alergen (bahan pemicu alergi) tersebut, sistem kekebalan tubuh akan merespon dan menciptakan respon peradangan di hidung atau di paru-paru.

Kontak dengan alergen yang terjadi dalam waktu yang lama atau sering dapat menyebabkan peradangan kronis (berkelanjutan).

Anjing dan kucing

Alergen dari kucing dan anjing ditemukan di dalam sel-sel kulit, air liur, urin, keringat dan bulu mereka. Alergen-alergen dari anjing dan kucing ini umumnya tidak terlihat dan dapat bertebaran di udara untuk waktu yang lama jika sirkulasi udara di ruangan kurang. Alergen dari hewan-hewan ini dapat dengan mudah menumpuk di sofa, kain, atau bahkan pakaian Anda.

Air liur hewan juga dapat menempel pada karpet, selimut, furnitur dan pakaian. Sedangkan air liur keringnya dapat bertebaran di udara.

Saat ini sudah dibiakkan anjing atau kucing yang hipoalergenik (kurang menyebabkan alergi), yang berarti bahwa hewan ini tidak akan banyak meninggalkan bekas-bekas tubuh mereka di suatu tempat. Tapi tetap saja tidak ada anjing atau kucing ini yang murni hipoalergenik.

Hewan pengerat dan kelinci

Contoh hewan pengerat adalah tikus, gerbil, hamster dan marmut. Alergen dari tikus biasanya muncul dari bulu, air liur dan urin. Debu dari sampah atau serbuk gergaji (yang telah disinggahi tikus) dapat membawa alergen dari hewan pengerat. Sedangkan kelinci, alergennya berasal dari bulu dan air liurnya.

Hewan lain

Masih banyak jenis hewan lain yang dapat menyebabkan alergi. Namun karena hewan-hewan ini hidup di alam liar dan jarang kontak dengan manusia, maka jarang menyebabkan alergi. Sedangkan hewan peliharaan lainnya yang tidak berbulu seperti ikan dan reptil, jarang menyebabkan alergi.

Faktor risiko alergi hewan

Alergi hewan sangat umum terjadi. Namun, seseorang akan lebih berisiko mengalami alergi hewan jika ia terlahir dari keluarga yang memiliki riwayat alergi atau asma.

Komplikasi alergi hewan

Sinusitis

Perdangan jaringan di bagian hidung secara kronis (berkelanjutan) yang disebabkan oleh alergi hewan akan berdampak buruk pada sinus. Sinus adalah rongga kecil berisi udara yang terletak di belakang tulang pipi dan dahi. Akibatnya orang tersebut berisiko tinggi mengalami infeksi bakteri pada sinusnya, yaitu sinusitis.

Asma

Orang dengan asma dan alergi hewan jelas akan mengalami kesulitan dalam mengelola asmanya. Kondisi ini membuat orang tersebut rentan terkena serangan asma yang memerlukan perawatan medis segera.

Tes dan diagnosis alergi hewan

Dokter akan menduga alergi hewan pada seseorang berdasarkan gejala, pemeriksaan hidung dan dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Dokter akan memeriksa hidung Anda dengan suatu alat khusus. Jika Anda mengalami alergi hewan, maka lapisan rongga hidung mungkin tampak bengkak atau tampak pucat atau kebiruan.

Tes alergi

Dokter dapat menyarankan pasien untuk melakukan tes alergi kulit untuk menentukan apakah seseorang itu alergi atau tidak. Biasanya ini dilakukan oleh seorang dokter spesialis alergi.

Pada tes ini, sejumlah kecil esktrak alergen yang dimurnikan - termasuk ekstrak protein hewani - disuntikkan ke permukaan kulit. Biasanya penyuntikan dilakukan di lengan bawah, tetapi dapat juga dilakukan pada punggung bagian atas.

Setelah 15 menit, dokter akan mengamati kulit untuk melihat reaksi-reaksi alergi. Jika Anda alergi terhadap kucing, misalnya, kulit Anda akan merah, muncul benjolan, dan gatal di lokasi dimana ekstrak kucing itu disuntikkan. Efek samping yang paling sering terjadi dari tes kulit ini adalah gatal dan kemerahan pada kulit, namun biasanya akan hilang dalam waktu 30 menit.

Tes darah

Pada beberapa kasus, tes kulit tidak dapat dilakukan karena pasien memiliki suatu kondisi seperti penyakit kulit atau karena interaksi dengan obat tertentu. Sebagai alternatif, dokter mungkin akan melakukan tes darah. Tes darah ini juga dapat menunjukkan seberapa sensitif seseorang terhadap alergen.

Pengobatan alergi hewan

Langkah pengobatan pertama untuk mengendalikan alergi hewan adalah dengan menghindari hewan penyebab alergi selama mungkin. Selain dengan menghindari alergen dari hewan peliharaan, juga dibutuhkan obat-obatan untuk mengendalikan gejala alerginya.

Obat alergi

Untuk mengatasi gejala alergi pada hidung, dokter biasanya akan meresepkan salah satu dari obat berikut:
  • Antihistamin, yang akan menurunkan produksi kimia dari sistem kekebalan tubuh yang aktif dalam reaksi alergi. Antihistamin akan membantu meringankan gatal, bersin-bersin dan hidung meler. Antihistamin ini dapat berupa semprot hidung seperti azelastine (Astelin, Astepro) dan olopatadine (Patanase); berupa tablet seperti fexofenadine (Allegra Allergy), loratadine (Claritin, Alavert) dan cetirizine (Zyrtec Allergy); juga berupa sirup untuk anak-anak.
  • Kortikosteroid, yang dalam bentuk semprotan hidung dapat mengurangi peradangan dan mengendalikan gejala rinitis alergi. Kortikosteroid ini diantaranya fluticasone (Flonase), mometasone furoate (Nasonex), triamcinolone (Nasacort AQ) dan ciclesonide (Omnaris). Kortikosteroid nasal (semprot hidung) memiliki efek samping jauh lebih rendah ketimbang kortikosteroid oral (tablet).
  • Dekongestan, akan membantu mengecilkan jaringan pada hidung yang bengkak dan membuat bernapas menjadi lebih mudah. Sebagian tablet obat alergi terdiri dari kombinasi antihistamin dan dekongestan. Dekongestan oral dapat menaikkan tekanan darah dan tidak boleh dikonsumsi jika memiliki penyakit darah tinggi, glaukoma atau penyakit kardiovaskular. Pada pria yang mengalami pembesaran prostat, obat ini akan memperparah kondisinya. Dekongestan juga dapat berupa semprot hidung yang juga dapat mengurangi gejala alergi.
  • Natrium kromolin, akan mencegah pelepasan bahan kimia oleh sistem kekebalan tubuh dan dapat mengurangi gejala alergi. Obat ini juga tersedia dalam bentuk semprot hidung dan cukup efektif bila digunakan sebelum gejala alergi muncul. Natrium kromolin tidak memiliki efek samping yang serius. 
  • Leukotriene modifier, akan memblokir aksi dari kimia sistem kekebalan tubuh tertentu. Contoh obat golongan ini adalah montelukast (Singulair). Dokter mungkin akan meresepkan obat ini jika pasien tidak bisa mentolerir semprotan hidung kortikosteroid atau antihistamin. Kemungkinan efek samping montelukast adalah sakit kepala dan demam. Efek samping lainnya yang kurang umum terjadi adalah perubahan mood atau perilaku, seperti kecemasan atau depresi.

Pengobatan lain

Pengobatan untuk alergi hewan diantaranya:
  • Imunoterapi. Disini Anda difokuskan untuk melatih sistem kekebalan tubuh sendiri agar tidak peka terhadap alergen. Ini dilakukan melalui serangkaian suntikan alergi yang disebut sebagai imunoterapi. Satu atau dua suntikan akan diberikan setiap minggu dengan dosis alergen yang sangat kecil, dalam hal ini menggunakan protein hewani yang menyebabkan reaksi alergi. Secara bertahap dosisnya akan ditingkatkan, biasanya selama tiga sampai enam bulan. Imunoterapi biasanya diterapkan bila pengobatan lainnya tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
  • Irigasi hidung. Menggunakan neti pot yang dirancang khusus untuk mengairi lendir dan iritasi dari sinus Anda dengan air asin siap (saline). Jika menggunakan larutan garam sendiri, gunakan air yang bebas kontaminan atau dalam artian air yang steril. Untuk melakukan hal ini, membutuhkan pelatihan khusus dari dokter.

Article Resources
  • Mayo Clinic