27 Agustus 2014

Hubungan Kadar Hormon dan Obesitas

Obesitas dan risiko penyakit

Hormon adalah pembawa pesan kimia yang mengatur proses di dalam tubuh kita. Hormon juga menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan obesitas. Hormon insulin dan leptin, hormon seks dan hormon pertumbuhan dapat mempengaruhi nafsu makan, distribusi lemak tubuh dan metabolisme (kemampuan tubuh dalam membakar energi). Orang yang mengalami obesitas memiliki kadar tertentu hormon yang membuat metabolisme menjadi abnormal dan akumulasi lemak tubuh.

Sistem kelenjar tubuh manusia, yang dikenal sebagai sistem endokrin, melepaskan hormon ke dalam aliran darah. Sistem endokrin akan bekerjasama dengan sistem saraf dan sistem imun (kekebalan tubuh) untuk membantu kita melakukan berbagai aktivitas dan mengatasi stres. Kadar hormon yang meningkat atau menurun dapat menyebabkan obesitas, dan juga sebaliknya obesitas juga dapat menyebabkan perubahan hormon.

Obesitas dan Hormon Leptin

Hormon leptin diproduksi oleh sel-sel lemak dan disekresikan ke dalam aliran darah kita. Dengan efeknya yang mempengaruhi pusat-pusat tertentu pada otak, hormon leptin dapat menurunkan nafsu makan seseorang. Hormon leptin juga bertugas mengontrol tubuh dalam mengelola lemak.

Karena leptin diproduksi oleh lemak, kadar leptin pada orang yang obesitas cenderung lebih tinggi daripada orang yang memiliki barat badan normal. Namun, meski memiliki kadar hormon leptin yang tinggi, orang-orang yang obesitas tidak lagi sensitif terhadap efek leptin, dan akibatnya mereka cenderung sulit merasa kenyang bahkan ketika setelah makan. Hingga saat ini penelitian terus dilakukan untuk mencari tahu mengapa pesan-pesan dari leptin ini tidak sampai ke otak orang yang obesitas.

Obesitas dan Hormon Insulin

Insulin, yang diproduksi oleh pankreas, merupakan hormon penting tubuh dalam mengelola karbohidrat dan metabolisme lemak tubuh. Insulin menstimulasi serapan glukosa (gula) dari darah di dalam jaringan seperti otot, hati dan lemak. Ini merupakan proses penting, mengingat energi sangat dibutuhkan dalam beraktivitas dan untuk mempertahankan kenormalan kadar glukosa darah.

Pada orang yang obesitas, sinyal insulin terkadang hilang dan jaringan tidak lagi mampu mengendalikan kadar glukosa darah. Keadaan ini dapat mengarah pada pengembangan diabetes tipe II dan sindrom metabolik.

Obesitas dan Hormon Seks

Distribusi lemak tubuh berperan penting dalam pengembangan kondisi yang terkait obesitas seperti penyakit jantung, stroke, dan beberapa jenis arthritis. Lemak yang terdapat di sekitar perut (tubuh berbentuk buah apel) merupakan faktor risiko tinggi untuk mengembangkan penyakit ketimbang lemak yang tersimpan di bokong, pinggul dan paha (tubuh berbentuk buah pir).

Pada wanita pra-menopause, estrogen adalah hormon seks yang diproduksi dalam jumlah yang banyak oleh ovarium. Hormon estrogen bertanggungjawab mendorong ovulasi di setiap siklus menstruasi. Ovarium wanita pasca-menopause tidak lagi memproduksi estrogen dalam jumlah yang banyak, seperti halnya pria yang tidak memproduksi banyak estrogen di dalam testis (buah zakar). Sebaliknya, sebagian besar estrogen wanita pasca menopause dihasilkan di dalam lemak tubuh, meskipun jumlahnya jauh lebih rendah dari yang dihasilkan ovarium sebelum menopause. Pada pria muda, hormon androgen masih diproduksi dalam jumlah yang banyak oleh testis. Seiring bertambahnya usia, tingkat produksi androgen juga menurun secara bertahap.

Perubahan hormon seks pria dan wanita akan berpengaruh pada perubahan distribusi lemak tubuh. Sementara wanita usia subur cenderung menyimpan lemak tubuh mereka di bagian bawah tubuh, pria yang lebih tua dan wanita pasca-menopause cenderung menyimpan lemak mereka di sekitar perut. Pada wanita pasca-menopause yang mengonsumsi suplemen estrogen, tidak terjadi penumpukan lemak di sekitar perut mereka. Penelitian pada hewan juga menunjukkan bahwa minimnya jumlah estrogen akan menyebabkan kenaikan berat badan yang berlebihan.

Obesitas dan Hormon Pertumbuhan

Hormon pertumbuhan diproduksi oleh kelenjar pituitari di dalam otak kita. Hormon pertumbuhan akan mempengaruhi tinggi badan, membantu membangun otot dan tulang, disamping juga mempengaruhi metabolisme. Para peneliti menemukan bahwa kadar hormon pertumbuhan pada orang yang mengalami obesitas lebih rendah daripada orang yang memiliki berat badan normal.

Obesitas dan Faktor Inflamasi

Obesitas juga memiliki hubungan dengan inflamasi (peradangan) kronis tingkat rendah di dalam jaringan lemak. Berlebihnya simpanan lemak dapat menyebabkan stres reaksi pada sel-sel lemak, yang pada gilirannya akan menyebabkan pelepasan faktor pro-inflamasi dari sel-sel lemak itu sendiri dan sel-sel imun dalam jaringan lemak.

Obesitas dan Hormon Sebagai Faktor Risiko Penyakit

Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko sejumlah penyakit, seperti penyakit jantung, stroke dan beberapa jenis kanker, dan menurunkan kualitas dan usia hidup. Misalnya, pada wanita yang mengalami obesitas, peningkatan produksi estrogen di lemak dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Hal ini menunjukkan bahwa sumber produksi estrogen sangatlah penting.

Obesitas, Hormon dan Perilaku

Orang yang mengalami obesitas memiliki kadar tertentu hormon yang akan mendorong akumulasi lemak tubuh. Perilaku seperti makan berlebihan dan kurang berolahraga, seiring waktu akan membuat tubuh mengatur takaran kebutuhan makannya sendiri dan pendistribusian lemak tubuh yang secara fisiologis lebih memungkinkan menambah berat badan. Tubuh kita akan selalu berusaha menjaga keseimbangan, sehingga tubuh akan menolak apapun gangguan jangka pendek seperti diet.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar leptin dalam darah seseorang akan turun setelah diet rendah energi. Seperti yang telah dijelaskan di atas, kadar leptin yang rendah akan meningkatkan nafsu makan dan memperlambat metabolisme tubuh. Hal inilah yang mungkin menjadi jawaban mengapa badan seseorang kembali gemuk setelah diet dalam jangka waktu tertentu. Ada kemungkinan bahwa suatu hari nanti terapi leptin dapat membantu pelaku diet dalam menjaga berat badan mereka untuk jangka panjang, tetapi hal ini masih diteliti.

Ada bukti yang menunjukkan bahwa perubahan perilaku jangka panjang, seperti makan sehat dan berolahraga teratur, akan melatih tubuh dalam mengontrol kelebihan lemak yang pada akhirnya akan membuat berat badan selalu normal. Penelitian juga menunjukkan bahwa turunnya berat badan karena diet sehat, olahraga atau pembedahan berdampak pada penurunan risiko berkembangnya penyakit jantung, stroke, diabetes, diabetes tipe II dan beberapa jenis kanker.