19 April 2020

Inilah 12 Virus Paling Mematikan di Bumi

Virus influenza
(Kredit: Shutterstock)

Manusia telah berjuang melawan virus sejak usia penciptaan manusia itu sendiri. Untuk beberapa penyakit akibat virus, sudah ditemukan obat anti virus dan vaksin yang mencegah penyebaran infeksinya. Salah satunya adalah penyakit cacar (smallpox) yang sudah bisa diberantas dan dimusnahkan dari muka bumi.

Tapi kita masih jauh dari memenangkan pertempuran melawan virus. Dalam beberapa dekade terakhir, beberapa virus telah bermutasi dari sebelumnya hanya menulari hewan, tapi kemudian menulari manusia dan memicu wabah yang cukup besar, hingga merenggut ribuan nyawa. Wabah virus Ebola pada 2014-2016 di Afrika Barat membunuh hingga 90% dari orang yang terinfeksi, menjadikannya sebagai salah satu virus yang paling mematikan.

Tidak hanya Ebola, masih ada virus lain di luar sana yang juga mematikan, dan bahkan ada yang lebih mematikan. Beberapa jenis virus, seperti coronavirus baru yang saat ini menciptakan pandemi dunia, memiliki tingkat kematian yang lebih rendah, namun menimbulkan ancaman serius bagi dunia karena obat dan vaksinnya belum ditemukan.

Berikut adalah 12 virus 'pembunuh terbaik' di dunia, diambil berdasarkan pada kemungkinan bahwa penderitanya akan mati jika terinfeksi salah satunya, banyaknya orang yang telah meninggal akibatnya, dan apakah ancamannya semakin besar.

Virus Marburg
Virus Marburg
(Kredit: ROGER HARRIS/SCIENCE PHOTO LIBRARY via Getty Images)

Para ilmuwan mengidentifikasi virus Marburg pada tahun 1967, ketika wabah kecil terjadi di antara para pekerja laboratorium di Jerman yang terpapar monyet-monyet yang terinfeksi yang diimpor dari Uganda.

Virus Marburg mirip dengan Ebola karena keduanya dapat menyebabkan demam berdarah, yang berarti orang yang terinfeksi mengalami demam tinggi dan perdarahan di seluruh tubuh yang dapat menyebabkan syok, kegagalan organ, dan kematian.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat kematian selama wabah Marburg pertama adalah 25%, kemudian meningkat menjadi lebih dari 80% selama wabah 1998-2000 di Republik Demokratik Kongo, serta pada wabah 2005 di Angola.

Virus Ebola
Virus Ebola
(Kredit: Shutterstock)

Wabah Ebola pertama yang diketahui menyerang manusia secara serentak terjadi di Republik Sudan dan Republik Demokratik Kongo pada tahun 1976. Ebola menyebar melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh lain, atau jaringan dari orang atau hewan yang terinfeksi.

Strain Ebola diketahui sangat bervariasi dan mempengaruhi kemungkinan kematian. Salah satu strain, Ebola Reston, bahkan tidak membuat penderitanya sakit. Tetapi untuk strain Bundibugyo, tingkat kematian hingga 50%, dan hingga 71% untuk strain Sudan..

Wabah Ebola yang masih berlangsung sekarang ini di Afrika Barat dimulai pada awal 2014, dan merupakan wabah penyakit terbesar dan paling kompleks hingga saat ini.

Virus Rabies
Virus Rabies
(Kredit: CDC/ Dr. Fred Murphy)

Meskipun vaksin rabies untuk hewan yang diperkenalkan pada 1920-an telah membantu menurunkan angka kejadian penyakit di negara maju secara signifikan, tetapi kondisi ini tetap menjadi masalah serius di India dan beberapa negara di belahan Afrika.

Dunia sudah memiliki vaksin untuk melawan rabies, jadi jika seseorang digigit oleh hewan rabies, akan bisa ditangani. Namun, jika penderita tidak mendapatkan perawatan yang tepat, maka ada kemungkinan penderita meninggal 100%. Rabies akan menghancurkan otak dan merupakan penyakit yang sangat buruk.  

HIV
HIV
(Kredit: Cynthia Goldsmith, Centers for Disease Control and Prevention)

Di dunia modern, virus yang paling mematikan dari semua virus mungkin adalah HIV. HIV masih menjadi virus pembunuh utama. Penyakit menular yang memakan korban terbesar umat manusia saat ini adalah HIV.

Diperkirakan 32 juta orang telah meninggal karena HIV sejak penyakit ini pertama kali diakui pada awal 1980-an.

Obat antivirus yang kuat telah memungkinkan penderita HIV bertahan hidup hingga bertahun-tahun. Tetapi penyakit ini terus menghancurkan banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana 95% infeksi HIV baru terjadi disini. Hampir 1 dari setiap 25 orang dewasa di wilayah WHO Afrika positif HIV, tercatat jumlahnya lebih dari dua pertiga penderita HIV di seluruh dunia.

Virus Smallpox
Virus Cacar Smallpox
(Kredit: CDC/ J. Nakano)

Pada tahun 1980, Majelis Kesehatan Dunia WHO menyatakan dunia bebas dari cacar (smallpox). Tetapi sebelum itu, manusia telah berjuang melawan cacar selama ribuan tahun, dan penyakit ini membunuh sekitar 1 dari 3 orang yang terinfeksi. Korban yang selamat pun mendapatkan bekas luka yang dalam dan permanen di kulit dan wajah dan bahkan kebutaan.

Tingkat kematian cacar jauh lebih tinggi terjadi pada populasi di luar Eropa, di mana mereka sebelumnya hanya sedikit kontak dengan virus dan penyakit, hingga akhirnya orang Eropa datang menularinya. Contohnya, sejarawan memperkirakan 90% populasi asli Amerika (bangsa Indian) meninggal karena cacar yang diperkenalkan oleh penjelajah Eropa. Pada abad ke-20 saja, cacar telah menewaskan 300 juta orang.

Cacar merupakan beban besar di planet ini, tidak hanya menyebabkan kematian tetapi juga kebutaan, dan itulah yang mendorong kampanye dunia untuk memberantasnya dari muka Bumi

Hantavirus
Hantavirus
(Kredit: Cynthia Goldsmith. Provided by CDC/ Brian W.J. Mahy, PhD; Luanne H. Elliott, M.S.)

Hantavirus pulmonary syndrome (HPS) pertama kali mendapat perhatian luas di Amerika Serikat. Pada tahun 1993, ketika seorang lelaki muda Navajo (penduduk asli Amerika yang tinggal di Amerika Serikat barat daya) yang sehat dan tunangannya yang tinggal di daerah Four Corners Amerika Serikat meninggal mendadak dalam beberapa hari karena sesak napas.

Beberapa bulan kemudian, otoritas kesehatan AS mengisolasi Hantavirus dari tikus rusa yang tinggal di rumah salah satu penderita yang terinfeksi. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, lebih dari 600 orang di AS sekarang telah terinfeksi HPS, dan 36% telah meninggal karena penyakit ini.

Virus ini tidak ditularkan dari satu orang ke orang lain, melainkan dari paparan kotoran tikus yang terinfeksi.

Sebelumnya, Hantavirus yang berbeda menyebabkan wabah pada awal 1950-an, selama Perang Korea, menurut sebuah makalah 2010 dalam jurnal Clinical Microbiology Reviews. Lebih dari 3.000 tentara terinfeksi, dan sekitar 12% dari mereka tewas.

Sementara virus ini adalah virus baru bagi dunia Barat ketika ditemukan di AS, peneliti kemudian menyadari bahwa tradisi medis Navajo sudah menggambarkan penyakit yang serupa, dan menghubungkan penyakit itu dengan tikus.

Influenza
Influenza
(Kredit: National Institute of Allergies and Infectious Diseases (NIAID))

Selama musim flu biasa, hingga 500.000 orang di seluruh dunia akan meninggal karenanya, menurut WHO. Tetapi terkadang, ketika strain flu baru muncul, pandemi terjadi dengan penyebaran penyakit yang lebih cepat dan seringkali dengan tingkat kematian yang lebih tinggi.

Pandemi flu yang paling mematikan, yang juga disebut sebagai flu Spanyol, dimulai pada 1918 dan merebak hingga 40% dari populasi dunia, menewaskan sekitar 50 juta orang.

Selalu ada kemungkinan pandemi seperti wabah flu Spanyol akan terulang kembali, jika muncul strain influenza baru dan dapat ditularkan dengan mudah di antara manusia, dan menyebabkan gejala parah.

Virus Dengue
Virus dengue
(Kredit: Frederick Murphy. Provided by CDC/ Frederick Murphy, Cynthia Goldsmith)

Virus dengue pertama kali muncul pada 1950-an di Filipina dan Thailand, dan sejak itu menyebar ke seluruh wilayah tropis dan subtropis di dunia. Hingga 40% dari populasi dunia sekarang tinggal di daerah-daerah di mana dengue adalah endemik, dan penyakit ini - dengan nyamuk yang membawanya - diperkirakan akan menyebar lebih jauh ketika iklim dunia menghangat.

Menurut WHO, dengue telah membuat sakit 50 hingga 100 juta orang setiap tahunnya. Meskipun tingkat kematian untuk dengue lebih rendah dibanding beberapa virus lain, yaitu 2,5%, virus ini dapat menyebabkan gejala seperti Ebola yang disebut demam berdarah dengue, dan kondisi ini  memiliki tingkat kematian 20% jika tidak diobati.

Pada tahun 2019, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS menyetujui vaksin dengue untuk digunakan pada anak-anak berusia 9-16 tahun yang tinggal di daerah di mana dengue biasa terjadi dan dengan riwayat terkonfirmasi terinfeksi, menurut CDC. Di beberapa negara, vaksin yang disetujui tersedia untuk mereka yang berusia 9-45 tahun, tetapi sekali lagi, penerimanya harus punya riwayat dengue di masa lalu. Mereka yang belum pernah terinfeksi virus dengue sebelumnya bisa berisiko terkena demam berdarah jika diberikan vaksin.

Rotavirus
Rotavirus
(Kredit: CDC/ Dr. Erskine L. Palmer)

Sekarang sudah tersedia dua vaksin untuk melindungi anak-anak dari rotavirus, yang merupakan penyebab utama penyakit diare parah pada bayi dan anak kecil. Virus ini dapat menyebar dengan cepat, melalui apa yang oleh para peneliti disebut sebagai fecal-oral route (artinya partikel feses yang kecil yang pada akhirnya masuk ke mulut)

Meskipun anak-anak di negara maju jarang meninggal karena infeksi rotavirus, penyakit ini masih menjadi pembunuh serius di negara berkembang, terutama di negara yang fasilitas kesehatannya tidak memadai dan tidak tersedia secara luas.

WHO memperkirakan bahwa 453.000 anak-anak di bawah 5 tahun di seluruh dunia meninggal akibat infeksi rotavirus pada 2008. Namun negara-negara yang telah memperkenalkan vaksin tersebut telah melaporkan penurunan tajam dalam angka kejadian rawat inap dan kematian akibat rotavirus.

SARS-CoV
SARS-CoV
(Kredit: CDC/ Dr. Fred Murphy)

Virus ini menyebabkan sindrom pernafasan akut hebat, atau SARS, dan pertama kali muncul pada tahun 2002 di provinsi Guangdong di Cina selatan. Awalnya, virus itu kemungkinan muncul pada kelelawar, kemudian berpindah ke musang sebelum akhirnya menginfeksi manusia. Setelah memicu wabah di Cina, SARS menyebar ke 26 negara di seluruh dunia, menginfeksi lebih dari 8.000 orang dan menewaskan lebih dari 770 orang selama dua tahun.

Penyakit ini menyebabkan demam, menggigil dan nyeri pada tubuh, dan seringkali berkembang menjadi pneumonia, suatu kondisi parah di mana paru-paru menjadi meradang dan terisi dengan cairan nanah. SARS memiliki angka kematian sebesar 9,6%, dan sampai sekarang belum ditemukan obat atau vaksin yang disetujui. Meskipun begitu, hingga kini belum ditemukan kasus baru SARS sejak dilaporkan pada awal 2000-an.

SARS-CoV-2
SARS-CoV-2
(Kredit: NIAID-RML)

SARS-CoV-2 termasuk dalam keluarga besar virus yang sama dengan SARS-CoV, yang dikenal sebagai virus corona, dan pertama kali diidentifikasi pada Desember 2019 di kota Wuhan di Cina. Virus ini kemungkinan berasal dari kelelawar, seperti SARS-CoV, dan kemudian melewati hewan peralihan sebelum akhirnya menginfeksi manusia.

Sejak kemunculannya, virus ini telah menginfeksi puluhan ribu orang di Cina dan jutaan orang di seluruh dunia. Wabah ini mendorong karantina luas Wuhan dan kota-kota terdekat, pembatasan perjalanan ke dan dari negara-negara yang terkena dampak dan upaya di seluruh dunia untuk mengembangkan diagnostik, perawatan dan vaksinnya.

Penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, yang disebut COVID-19 ini, memiliki angka kematian sekitar 2,3%. Orang-orang yang berusia lanjut atau yang memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya adalah yang paling berisiko mengalami serangan parah atau komplikasi. Gejala umumnya adalah demam, batuk kering dan sesak napas, dan pada kasus yang parah, penyakit ini dapat berkembang menjadi pneumonia.

MERS-CoV
MERS-CoV
(Kredit: Shutterstock)

Virus inilah yang menyebabkan sindrom pernapasan Timur Tengah, atau Middle East respiratory syndrome (MERS), memicu wabah di Arab Saudi pada 2012 dan  di Korea Selatan pada tahun 2015. Virus MERS milik keluarga virus yang sama dengan SARS-CoV dan SARS-CoV-2, dan kemungkinan berasal dari kelelawar juga. Penyakit itu menginfeksi unta sebelum menular ke manusia dan memicu demam, batuk dan sesak napas pada orang yang terinfeksi.

MERS sering berkembang menjadi pneumonia berat dan diperkirakan memiliki tingkat kematian antara 30% dan 40%, menjadikannya sebagai strain yang paling mematikan dari virus korona yang diketahui yang berpindah dari hewan ke manusia. Seperti halnya SARS-CoV dan SARS-CoV-2, obat MERS belum ditemukan dan juga belum ada vaksin yang disetujui.

Article Resources