03 Juni 2013

Bila Anak Bercerita Bohong (Membual)

Anak berkata bohong

Hampir semua anak kecil memiliki daya imajinasi yang tinggi. Kebanyakan dari mereka belum mengetahui perbedaan antara kebenaran (fakta) dan impian (khayalan). Oleh karena itu terkadang sulit bagi mereka untuk berpikir atau mempertimbangkan dengan benar. Akibatnya orangtua langsung mencap si anak sebagai anak suka membual atau berbohong.

Ada perbedaan yang besar antara pikiran anak-anak dan orang dewasa, tentu saja. Orangtua sebaiknya jangan terlalu menghiraukan "cerita reka-rekaan" yang dibuat seorang anak kecil, itu karena mereka biasanya belum bisa membedakan antara yang mana fakta dan yang mana khayalan dan belum banyak nilai moral yang tertanam pada si anak. Namun, bisa saja seorang anak kecil itu telah menceritakan apa yang memang dilihat atau didengarnya (yang sebenarnya). Meskipun demikian, seorang orangtua yang bijaksana sebaiknya selalu memperhatikan apa yang dikatakan si anak dan menyelidikinya, terutama bila si anak terus mengulang-ulang sesuatu yang didengarnya atau dilihatnya. Namun bisa jadi juga itu akibat imajinasinya sudah berlebih-lebihan.

Bukan hanya anak-anak yang berbuat demikian. Pergilah ke pengadilan dan lihatlah berbagai macam kesaksian berbeda yang diberikan oleh beberapa orang, padahal mereka semuanya menyaksikan peristiwa yang sama. Para saksi ini mungkin benar-benar berkata jujur, meskipun kesaksian-kesaksian mereka berbeda. Namun hakim yang bijaksana akan mengetahui bahwa saksi yang tidak memihak sekalipun selalu memiliki kecenderungan untuk melihat hal-hal dari sudut pandang mereka sendiri.

Bisakah kita menyalahkan anak karena mereka berkata demikian ? Jangan dulu cap anakmu sebagai anak yang suka membual. Tujuan si anak membual mungkin lebih kepada mewujudkan keinginan-keinginannya. Ingat, anak usia ini masih sangat terpengaruhi oleh keinginan-keinginannya sendiri. Nah, lewat cerita khayalan, segala hal bisa diwujudkan. Termasuk yang mustahil sekalipun.

Sebaiknya orangtua menanamkan pengertian pada anak untuk bercerita apa adanya. Orangtua harus menunjukkan pada anak bahwa ceritanya yang begitu meyakinkan hanya merupakan khayalan dan tidak cocok dengan kenyataan. Dengan demikian anak belajar membedakan mana yang benar dan yang salah.

Tentu orangtua juga harus mengarahkan anak tentang mana yang fakta/realitas dan khayalan. Tak ada salahnya orangtua masuk ke dunia khayal si anak dengan maksud menariknya ke dunia realita. Selain itu, orangtua juga harus memberikan perhatian pada anak kala ia mengekspresikan perasaannya. Kalau tidak, anak akan berusaha mencari perhatian tersebut.

Di sinilah letak orangtua harus menjadi pendengar yang aktif. Karena, seringkali fantasi yang diungkapkan anak selain merupakan hasil olahannya sendiri, juga bisa karena anak mencari perhatian atau bahkan karena ia mengalami stres. Nah, dengan menjadi pendengar aktif, orangtua jadi bisa tahu apa sebenarnya -keinginan- yang tersembunyi di balik khayalan si kecil.

Lagipula, dengan orangtua memberi kesempatan pada anak untuk mengungkapkan perasaannya, maka si anak akan "lentur" perasaannya. Anak jadi tahu berbagai perasaan seperti sedih, senang, marah, dan sebagainya. Ia pun jadi tahu bahwa perasaan-perasaan tersebut boleh diungkapkan tapi harus proporsional. Jadi, anak akan belajar banyak.

Dan untuk menghindari anak dari membual, orangtua jangan menghadapkan anak kepada kemungkinan hukuman yang akan diterimanya, tapi kepada perbuatan pelanggarannya atau kesalahannya.