09 November 2014

Gejala dan Pengobatan Testosteron Rendah (Hipogonadisme)

Testosteron rendah

Hormon testosteron rendah, dalam istilah medis dikenal sebagai hipogonadisme atau Andropause, mempengaruhi sekitar 39% pria yang berusia di atas 45 tahun. Prevalensinya akan meningkat seiring bertambahnya usia. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan insiden testosteron rendah pada pria berusia lebih dari 60 tahun adalah 20%, pria berusia di atas 70 tahun 30%, dan pria di atas 80 tahun 50%.

Gejala testosteron rendah pada pria

Ada beberapa gejala, baik yang bersifat seksual maupun non-seksual terkait rendahnya kadar testosteron. Gejala seksual meliputi:
  • Kurang atau ketidakmampuan ereksi
  • Libido (gairah seks) rendah
  • Aktivitas seksual menurun.

Sedangkan gejala non-seksual meliputi:
  • Peningkatan lemak tubuh
  • Lemah dan tidak berenergi
  • Massa otot berkurang
  • Depresi.

Sekitar 40% pria dengan tekanan darah tinggi dan 40% pria dengan kadar kolesterol tinggi akan memiliki kadar testosteron rendah. Sekitar 50% pria dengan diabetes dan 50% pria dengan obesitas juga akan memiliki kadar testosteron rendah. Juga, 30% pria yang mengidap HIV dan 50% pria yang mengidap AIDS akan memiliki kadar testosteron rendah. Dan lagi, hampir 75% pria dengan riwayat penggunaan opioid kronis akan memiliki kadar testosteron rendah.

Mendiagnosis hipogonadisme

Hipogonadisme didiagnosis dengan pemeriksaan darah dan dengan menilai gejala-gejalanya. Dokter mungkin juga akan melakukan pemeriksaan PSA (tes skrining untuk kanker prostat) dan hematokrit (ukuran sel darah merah tubuh).

Pengobatan hipogonadisme

Ada berbagai pilihan pengobatan untuk mengatasi testosteron rendah. Terapi penggantian testosteron dapat berupa:
  • Gel kulit
  • Suntik
  • Pelet (long acting)
  • Patch
  • Oral.

Jenis terapi hipogonadisme yang paling umum adalah terapi gel kulit, yang diberikan pada sekitar 70% pasien dengan hipogonadisme. Pasien hanya perlu menggosokkan gel tersebut ke bahu atau lengan setelah mandi. Sekitar 17% pasien menggunakan suntik testosteron dan 10% pria menggunakan patch testosteron. Dan sekitar 3% lainnya menggunakan terapi lainnya seperti testosteron oral atau pelet testosteron implan.

Kemungkinan kesembuhan

Terapi penggantian testosteron telah terbukti meningkatkan energi, libido (gairah seks), massa otot, ereksi, dan mood. Penggantian testosteron juga terbukti mengurangi lemak tubuh pada pria. Saat ini ada data yang mendukung bahwa pemberian testosteron pada pasien hipogonadisme dapat menambah kepadatan mineral tulang dan menurunkan risiko patah tulang. Namun sayangnya, dalam kondisi kronis terapi testosteron dapat menjadi terapi seumur hidup. Menghentikannya dapat menurunkan kadar testosteron seorang pria.

Yang perlu diingat terkait penggunaan testosteron

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan terapi penggantian testosteron, yaitu:
  • Testosteron tidak boleh digunakan pada pria yang diduga atau menderita kanker payudara atau kanker prostat.
  • Pria yang menjalani terapi penggantian testosteron mungkin mengalami peningkatan risiko benign prostatic hyperplasia atau BPH.
  • Pasien dengan gagal ginjal, masalah hati atau jantung mungkin akan mengembangkan risiko edema atau retensi air. Penggantian testosteron juga dapat memperburuk sleep apnea (gangguan bernapas saat tidur). 

Hubungan testosteron dan kanker prostat

Ada sebuah pertanyaan umum bahwa pasien yang menjalani terapi penggantian testosteron dapat mengembangkan kanker prostat atau percepatan perkembangan kanker prostat. Penelitian sejauh ini menunjukkan bahwa risiko kanker prostat pada pria yang menjalani terapi penggantian testosteron tidak lebih besar dari pria yang menerima pil plasebo atau yang tidak ada testosteronnya sama sekali. Namun hal ini masih menjadi isu, dan hingga kini masih terus diteliti.